PALU, KOMPAS.com - Berlibur di pegunungan atau di
pantai bagi kebanyakan orang mungkin sudah biasa. Tapi cobalah sesekali
mengisi waktu liburan dengan berkunjung ke lembah Megalitikum Besoa. Di
lembah ini kita akan menyaksikan arca-arca atau patung batu unik dari
zaman prasejarah yang terhampar luas di padang savanna.
Di lembah
ini ratusan arca batu bisa kita temukan. Jarak dari satu arca ke arca
lainnya bervariasi. Ada yang jaraknya mencapai 50 meter, bahkan ada pula
yang sampai 100 meter. Tapi, yang paling mudah dicapai adalah situs
arca Tadulako. Ini adalah arca panglima perang yang tersisa dari
zamannya.
Berdiri di atas sebuah bukit, arca ini menghadap ke arah
barat, yakni ke arah matahari terbenam. Menurut Munis Taro, tetua adat
Besoa, Tadulako adalah panglima perang yang tersisa dari sebuah perang
suku di zaman sekitar 3.000 Sebelum Masehi. Ia dikutuk menjadi batu
setelah dipukul kepalanya oleh seorang perempuan musuh dengan batang
alu.
“Itu kisah turun-temurun yang saya ketahui sampai kini
tentang Tadulako. Tidak ada yang dapat memastikan sejak kapan kisah ini
muncul, tapi dari perhitungan peneliti, kisah ini ada sejak ribuan tahun
lalu,” tutur Munis Taro yang kini berusia 72 tahun .
Saking
terkenalnya arca ini, sebuah perguruan tinggi negeri di Palu, Sulawesi
Tengah dinamai Universitas Tadulako. Tadulako merujuk pada gelar
pemimpin perang atau orang yang sangat dihormati. Tadulako sama dengan
Senopati dalam tradisi Jawa.
Lembah Megalitikum Besoa terletak
sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Untuk menuju ke situs
purbakala yang menyimpan cerita dari zaman prasejarah itu, kita harus
berjalan kaki kurang dari 1 kilometer melewati pesawahan dan menyaksikan
kerbau-kerbau petani yang sedang berkubang.
Di dekat arca
Tadulako sekitar 50 meter kita juga akan menemukan Kalamba. Ini yang
menarik. Menurut cerita, arca ini dulunya adalah bak mandi para putri
raja. Bentuknya seperti ember besar. Kalamba ini mempunyai tutup yang
juga terbuat dari batu alam.
Berkunjung ke lembah Megalitum bak
terlempar jauh ke masa prasejarah di mana manusia belum mengenal
tulisan. Selain Tadulako, salah satu arca yang fenomenal adalah Patung
Sepe, yang biasa disebut pula Arca Miring, karena posisinya berdiri
seperti Menara Pisa di Roma, Italia. Tak ada yang tahu pasti kenapa
Patung Sepe ini posisinya miring.
Untuk menuju ke situs ini, kita
bisa menempuhnya dengan kendaraan roda empat atau roda dua. Lalu
dilanjutkan lagi dengan berjalan kaki sekira 300 meter dari jalan utama
di Lembah Napu.
Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulawesi
Tengah saat ini terdapat 432 objek situs megalit di Sulawesi Tengah.
Tersebar di Lore Utara dan Lore Selatan, Poso sebanyak 404 situs dan di
Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala sebanyak 27 situs.
Saat
ini, sebagian besar arca yang ditaksir berusia sekitar 3000 – 4000 SM
itu masih berada di situs alamnya di Lembah Napu, Bada dan Besoa di
Kecamatan Lore Utara dan Lore Selatan, Kabupaten Poso. Sementara
sebagiannya sudah dibawa ke Museum Negeri Sulawesi Tengah.
Arca
megalitikum semacam ini adalah hal yang langka di dunia karena hanya
terdapat di Napu, Besoa, Bada dan di Marquies Island, Amerika Latin.
Dr
Albertus Christiaan Kruyt (1869-1949) dan Dr Nicolaus Adriani yang tiba
di Poso pada 1895, dua orang misionaris dan juga ahli etnografer
Belanda, mencatat sebelum masuknya Belanda ke Poso pada 1908, masyarakat
Poso masih memperlakukan penguburan mayat-mayat anggota suku mereka di
dalam batu maupun kayu. Sebagai bukti, sampai sekarang kita masih bisa
menyaksikan Goa Latea, salah satu situs penguburan di dalam kubur batu
dan goa-goa di Tentena, Sulawesi Tengah, sekitar 300 kilometer dari
Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah.
Menurut Martin, salah
seorang juru pelihara situs megalitikum di Lembah Besoa, dari sejumlah
situs megalitikum di Kabupaten Poso itu terdapat beragam peninggalan
zaman megalitikum. Ada yang berupa arca, menhir atau dolmen.
“Jadi
arca-arca megalitikum di sini sangat beragam. Bisa jadi situs ini yang
paling beragam di Indonesia. Sayangnya, kita memang kurang promosi,
sehingga kurang dikunjungi oleh wisatawan. Paling yang datang ke sini
adalah peneliti,” kata Martin.
Dibanding situs-situs arkeologi
lainnya, situs ini kurang mendapat perhatian. Padahal kita tahu usia
arca-arca megalitikum itu lebih tua daripada Borobudur.
Sulteng
memiliki 1.451 buah arca dari situs megalitikum yang terseber di Lembah
Napu, Lembah Bada dan Lembah Besoa, Kabupaten Poso. Diperkirakan situs
megalitikum Sulteng adalah yang terluas di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar