Ahdin, seorang pengrajin batik Bomba khas Kota Palu, hampir tidak
pernah ketinggalan ikut meramaikan setiap pameran yang dilaksanakan di
ibu kota provinsi Sulawesi Tengah dan luar daerah.
Setiap momen pameran, Ahdin memboyong puluhan motif batik hasil karya
pria bujangan itu. Tidak hanya di Palu, tapi Ahdin juga kadang memenuhi
undangan pameran kerajinan di sejumlah daerah mewakili Sulawesi Tengah.
Semuanya dilakukan agar kerajinan batik asal tanah Kaili itu juga
dikenal luas di tengah masyarakat.
Ahdin mendirikan usaha batik di Jalan Lekatu Tavanjuka, Kecamatan
Palu Selatan, sekitar tahun 2008 lalu. Ia kini memperkerjakan sembilan
orang karyawan. Menurut Ahdin, masih banyak pencari kerja yang berminat
bekerja di tempatnya hanya saja dirinya belum berkeinginan menambah
tenaga kerja.
Sejak industri kerajinan batik Bomba menemukan teknologi pewarnaan
berkualitas baik pada 2008, batik khas Kota Palu itu dari waktu ke waktu
kian digemari masyarakat di daerah itu maupun tamu-tamu yang datang
dari luar daerah.
“Minat masyarakat kelihatannya semakin bagus. Omzet penjualan setiap
bulan mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu banyak,” kata Ahdin.
Dari usaha batiknya itu, setiap bulannya Ahdin meraup omzet antara
Rp4 juta hingga Rp5 juta perbulan. Jika ada pameran, omzetnya jauh lebih
banyak, tergantung dari berapa lama pameran itu digelar.
“Peminatnya tidak saja dari kalangan pegawai negeri sipil atau pengusaha tapi juga masyarakat umum lainnya,” kata Ahdin.
Pameran kerajinan industri lokal yang berlangsung di Pasar
Tradisional Modern Tavanjuka belum lama ini, misalnya, Ahdin berhasil
membukukan pembelian Rp3 juta.
Motif paling banyak disenangi konsumen adalah bunga cengkeh dan
“sambulugana”. “Sambulugana” adalah satu paket tumbuhan antara lain
pinang dan siri. “Sambulugana” biasanya sebagai pelengkap adat
peminangan bagi masyarakat Kaili di Palu. Peminangan dianggap kurang
lengkap rasanya jika tidak ada “sambulugana”.
Ahdin mengatakan, saat ini usahanya sudah menyediakan 30 motif batik
yang sebagian besar diambil dari nilai-nilai kebudayaan lokal dan khas
seperti “sambulugana” dan rumah adat (souraja), tai ganja, motif burung
maleo, motif bunga merayap, motif resplang, motif ventilasi dan motif
ukiran rumah adat Kaili.
Sementara jenis kainnya masih diambil dari pekalongan seperti jenis kain dobi, primis cap kereta dan simboris.
“Sekarang ini primis cap kereta paling mahal. Rp200 ribu untuk satu baju,” kata Ahdin.
Untuk bahan kain batik, Ahdin masih terkendala dengan waktu
pengiriman. Barang yang dipesan biasanya baru sampai ditujuan dua hingga
tiga pekan.
“Kalau yang lain tidak ada kendala, hanya kendala pengiriman barang saja,” katanya.
Ahdin mengatakan, batik bomba tidak saja digemari masyarakat lokal,
tetapi tamu-tamu dari pulau Jawa sekalipun sudah menyukai batik produksi
Palu. Soal kwalitas kata dia, batik Bomba tidak kalah dengan batik dari
pulau Jawa.
“Kualitas dijamin tidak luntur,” katanya.
Ahdin mengatakan, alat cetakan batik miliknya masih sederhana. Sekali
membantik kata dia, hanya mampu memproduksi dua meter. Dirinya
berencana mengembangkan usaha tersebut, namun masih terkendala modal.
Selama ini kata dia pemerintah daerah sudah banyak membantu antara lain bantuan kain, obat-obatan, dan peralatan membatik.
Ahdin mengatakan, Bank Indonesia termasuk salah satu bank yang ikut
mendorong majunya industri batik di daerah ini. Ia berharap pemerintah
terus berusaha membuka akses pasar sehingga batik bomba mentradisi di
tengah-tengah masyarakat.
Cinderamata
Pengrajin batik Bomba tidak saja Ahdin seorang diri, namun sudah
berdiri sekitar lima pengrajin yang sama. Bangkitnya pengrajin batik
tersebut setelah Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sulawesi
Tengah bekerjasama pemerintah daerah setempat mendatangkan instruktur
batik dari Pekalongan pada Agustus 2008. Saat itulah semangat para
pembatik di daerah ini tumbuh karena sudah menemukan teknologi pewarnaan
yang tidak luntur.
Wakil Wali Kota Palu, Mulhanan Tombolotutu mengatakan, batik Bomba
kini sudah menjadi salah satu ikon kerajinan Kota Palu selain dari
bawang goreng.
“Batik Bomba sudah menjadi cinderamata bagi setiap tamu yang datang ke Palu,” kata Mulhanan.
Menurut Mulhanan, pemerintah akan terus mempopulerkan batik Bomba
sebagai batik khas Kota Palu sehingga melekat di setiap kepala
masyarakat bahwa batik Bomba layak dan pantas dijadikan tandamata kepada
siapa saja yang datang ke daerah ini.
Mulhanan mencatat, intensitas penumpang datang dan berangkat melalui
bandara Mutiara Palu yang sudah berkisar 2.000 orang setiap harinya akan
memberi ruang pasar yang besar terhadap batik Bomba tersebut.
“Kalau separuh dari penumpang itu membeli batik Bomba sebagai
cinderamata, tentu ini akan sangat membantu pengrajin kita. Pasarnya
akan tumbuh,” katanya.
Mulhanan optimistis batik Bomba akan membantu meningkatkan
kesejahteraan para pelaku di bidangnya karena batik Bomba kini sudah
cukup dikenal luas di kalangan masyarakat setempat.
Dia mengatakan kualitas industri ini tidak kalah dengan produk batik
lainnya dari pulau Jawa karena para pengrajin selalu melakukan perbaikan
mutu produksinya baik dari sisi motif maupun warnanya.
“Produksi batik asal Palu ini dijamin tidak luntur lagi setelah kita
menemukan teknologi pewarnaan yang berkualitas tinggi,” kata Mulhanan.
Berbagai upaya telah dilakukan agar batik ini merakyat di tengah
masyarakat. Pemerintah provinsi bahkan telah mengeluarkan edaran
penggunaan batik pada hari tertentu kepada seluruh pegawai negeri sipil
di kabupaten/kota.
Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah, Perindustrian dan
Perdagangan (Kumperindag) Sulawesi Tengah, Muh Hajir Hadde mengatakan,
bisnis batik bomba cenderung membaik karena mulai tingginya permintaan.
“Batik bomba ini sudah cukup berkembang. Sekarang pengrajin kita yang
ada dalam binaan Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) dan
Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan,
sempat kewalahan melayani permintaan karena pesanan sudah sampai ke 11
kabupaten/kota di Sulteng,” kata Hajir.
Hajir mengatakan tingginya permintaan tersebut karena didukung
kebijakan Gubernur Sulawesi Tengah, yang menginstruksikan kepada seluruh
pegawai negeri dan sekolah agar mengenakan batik Bomba sebagai pakaian
seragam dinas. Selain itu, pemerintah juga terus mengkampanyekan cinta
batik bomba melalui berbagai kegiatan seperti fashion show dan ajang
pameran produk lainnya.
“Kita sudah beberapa kali ikut pameran di Bali dan Jawa. “Fashion
show” sudah beberapa kali dilaksanakan di Palu. Semuanya dilakukan untuk
memperkenalkan batik Bomba,” kata Hajir.
(A055) Editor: Ella Syafputri
Sumber: antaranews.com
Gambar: seruu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar